
Itu dua wajah sejarah dari dua orang pelaku yang tumbuh dan hidup dalam waktu yang sama. Yang satu mengakumulasi tirani. Yang satu mengakumulasi dakwah. Tapi keduanya menggunakan waktu yang lama. Lama sekali dalam hitungan umur individu. Akumulasi tirani itulah yang meledakkan pemuda Mesir di lapangan Tahrir, Kairo. Akumulasi dakwah juga yang menghadirkan Qardhawi kembali ke lapangan itu setelah pengusiran yang lama.
Sejarah adalah akumulasi yang meledak. Akumulasi kebajikan akan meledak jadi peradaban. Akumulasi tirani akan meledak jadi revolusi. Tidak ada pelaku sejarah yang bisa meninggalkan jejak kalau hanya numpang lewat dalam hidup. Itu sebabnya perubahan-perubahan besar tidak akan pernah berlangsung dalam tempo yang singkat. Itu sebabnya sejarah menghapus banyak nama para pelaku karena mereka gagal mengakumulasi kebajikan mereka dalam rentang waktu yang lama.
Dalam makna akumulasi itulah Al-Qur’an memperkenalkan tiga besaran waktu yang berbeda. Satuan terkecilnya adalah waktu individu. Akumulasi dari waktu individu akan membentuk waktu sosial. Selanjutnya akumulasi waktu sosial akan membentuk waktu peradaban atau sejarah. Yang kita baca dari sejarah umumnya adalah akumulasi waktu individu yang berhasil membentuk waktu sosial dan peradaban dari sebuah komunitas.
Maka sejarahh sosial atau peradaban merupakan akumulasi dari sejarah individu-individunya. Tapi tak pernah ada sejarah individu yang bisa kita lepaskan dari konteks sosial dan peradabannya. Akumulasi kebajikan individu hanya akan meledak jika sejak awal ia terangkai dalam keseluruhan waktu sosial. Mubarak dan Qardhawi adalah dua individu yang bergulat dalam waktu sosial yang sama, dan akhirnya meledak pada waktu yang sama, yaitu waktu sosial masyarakat Mesir. Hasil bagi individu berbeda. Tapi keduanya melukis kanvas waktu masyarakat Mesir.
[Anis Matta, sumber : Serial Pembelajaran Majalah Tarbawi edisi 247]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar