Sabtu, 12 Januari 2013

Kyai NU: Siapa yang tidak coblos PKB, tidak akan masuk surga

 

DPP PKB menerbitkan sebuah buku kontroversial yang ditulis oleh KH. Ushfuri Anshor yang berjudul "Belum Terlambat Sebelum Kiamat." Buku tersebut terbilang kontroversial dan tendensius karena menghukumi orang-orang NU (Nahdlatul Ulama) yang tidak mencoblos Partai PKB jika wafat tidak akan masuk surga.
Di halaman 8 buku tersebut, KH Ushfuri Anshor menulis, "Barang siapa yang tidak mencoblos PKB, partai politik yang didirikan oleh PBNU pada tahun 1998, maka orang NU itu jika wafat dipastikan tidak akan masuk surga."
Selain itu, di halaman lainnya, Kyai Pesantren Buntet Cirebon ini juga mengutip pendapat Kyai Mustahdi Abbas yang menafsirkan kata "syibron" dalam hadits Rasulullah SAW dari Ibnu Abbas:
مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ فَمِيتَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
"Barang siapa melihat sesuatu yang tidak dia sukai dari penguasanya, maka bersabarlah! Karena barang siapa yang memisahkan diri dari jamaah sejengkal saja, maka ia akan mati dalam keadaan mati jahiliah". (Muttafaq 'Alaih)
Menurut penulis buku tersebut, Kyai Mustahdi Abbas menafsirkan kata( شِبْرًا ) dalam hadits tersebut antara lain yaitu, termasuk warga NU yang benar-benar patuh kepada NU-nya tetapi tidak mau memilih PPP pada pemilu waktu itu. "Saya yakin seandainya KH Mustahdi Abbas sampai sekarang masih hidup, pasti beliau akan berfatwa: Seluruh warga NU wajib pilih PKB, jika tidak maka dosanya tidak diampuni oleh Allah SWT. 



Menurut sumber anonim di Purbalingga, pada Kamis (10/01) seperti dilansir an-najah.net, buku ini dibagikan kepada pengurus DPC PKB Purbalingga dan juga tokoh-tokoh di lingkungan Nahdlatul Ulama di Purbalingga saat gelaran Silaturahmi NU dan PKB di Gedung PKB Purbalingga, Selasa (8/1).
Pada acara tersebut DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Purbalingga menyerukan agar warga NU bersatu guna memenangkan PKB pada Pemilu 2014. Partai tersebut tengah mengincar sembilan kursi di DPRD Purbalingga.
"PKB besar, NU besar. NU besar PKB juga besar," tegas Ketua Dewan Syuro DPC PKB Purbalingga, Supono kepada Suara Merdeka dalam acara yang dihadiri ribuan warga NU di Kota Perwira tersebut.

 


Arrahmah

Istimewanya Wanita-Wanita Cina Hafidzah 30 Juz Al-Quran Ini

para hufadz di cina 
FOTO di atas sama sekali bukan pengabadian momen wisuda sebuah perguruan tinggi negeri. Tapi wanita-wanita di atas adalah wanita-wanita Cina yang baru saja diluluskan menjadi seorang hafidzah Al-Quran.
Seseorang yang hafal Quran selalu istimewa. Apalagi dari Cina. Mengapa dari Cina istimewa?
Wanita-wanita Cina yang telah mendapatkan predikat HAFIDZAH AL-QUR’AN melalui masa-masa sulit. Mereka tidak mampu berbicara Bahasa Arab secara FASIH karena logat bicara yang berbeda.
Akan tetapi mereka menunjukkan bahwa walaupun demikian, terbukti mereka mampu mendapat gelar Hafidzah-hafidzah Al-Qur’an, mendapat sanad, Ijazah dan diwisuda. Subhanallah.
Sebaliknya, lidah orang Indonesia itu sangat fleksibel, berbagai logat bahasa dengan sangat mudah untuk diikuti, akan tetapi sampai sekarang jumlah HAFIDZ dan HAFIDZAH di negeri ini terbatas sekali.
 
 islam pos

WS Rendra: “Satu-satunya harapan bangsa ini adalah PKS





WS Rendra (Willibrordus Surendra Bawana Rendra) seorang penyair dan budayawan terbesar negeri ini sebelum meninggal dunia beliau menyampaikan pesan kepada sahabatnya, Chaerul Umam, seorang sutradara kawakan:

“Satu-satunya harapan bangsa ini adalah PKS”

Pesan singkat ini disampaikan kembali oleh Chaerul Umam sebelum membaca puisi pada acara Malam Seni dan Budaya Nasional PKS, Hotel Sahid 21 Mei 2011 lalu.

Dan hari ini (Senin 23/5), seperti diberitakan rakyatmerdekaonline, Sydney Jones seorang pengamat peneliti dan aktivis dari International Crisis Group (ICG), secara terbuka di forum Lecture Series on Democracy di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat mengutarakan kekagumannya juga pada PKS.

“Saya baru dari Aceh, dan mampir ke kantor partai lokal maupun nasional. Saya juga berbicara dengan wakil-wakil PKS di DPRD di Aceh,” ujar Sydney.

“Mereka paling cerdas dan paling peduli pada rakyat, juga paling punya gagasan tentang public services,” demikian Sydney Jones.

Dalam pembicaraan itu, Sydney Jones menyimpulkan bahwa wakil-wakil PKS adalah yang paling memahami persoalan rakyat. PKS juga bukan partai radikal justru mereka partai yang paling memahami prinsip demokrasi. (rakyatmerdekaonline.com)

Pekan lalu, Senin (16/5) koran KOMPAS memuat headline “Parpol Tersandera Korupsi” dilengkapi dengan gambar (tabel) tentang kasus-kasus korupsi yg melanda parpol. Disebut semua parpol KECUALI PKS. Headline KOMPAS ini mengukuhkan PKS adalah satu-satunya partai yang masih bersih.

Sebelumnya juga, dalam kasus tegas dan cepatnya PKS mengambil tindakan terhadap penyimpangan kadernya, pengamat politik Zaim Uchrowi menyatakan, “PKS menunjukkan beda dengan partai lainnya. PKS melakukan hal yang hampir tak mungkin dilakukan partai lain. Dengan segala kekurangannya, partai ini relatif masih paling mengusung moralitas di kancah politik nasional.” (Republika, 15/4)

Penilaian dan kekaguman akan PKS sebagai ‘Harapan Bangsa’ bukan saja diberikan oleh para pengamat, tapi juga oleh rakyat yang mendambakan perbaikan negeri ini. Buktinya, di bulan Mei ini di beberapa pilkada calon yang diusung PKS meraih dukungan rakyat dan mendapat kemenangan. Pilkada Salatiga (8/5) pasangan Yuliyanto-Haris (Yaris), Pilkada Pekanbaru (18/5) pasangan Firdaus MT-Ayat Cahyadi, dan bahkan pilkada Jayapura (18/5) pasangan Benhur Tomi Mano–Nuralam meraih kepercayaan rakyat.

Ini semua membuktikan bahwa rakyat sangat mengharap akan perbaikan negeri ini, dan harapan itu ada pada PKS. Mari kita sambut ‘Harapan Rakyat’ dengan meningkatkan kerja dan kiprah kita di semua level, semua lini, sesuai potensi dan amanah masing-masing bersinergi sambil bertawakkal hanya kepada NYA. Kata Pak Cahyadi Takariawan “terus bekerja, terus berkarya, hingga akhir usia”.
Faidza ‘azamta fatawakkal ‘alaLlah….

Berdakwah Melalui Parpol itu Tidak Syar'i??



Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Berdakwah lewat partai politik memang sering menimbulkan polemik. Ada yang setuju dan mendukung sekali secara mutlak, tetapi ada juga yang justru sangat antipati. Di tengah-tengahnya ada kalangan yang agak mengambang, antara mendukung dan tidak, semua dikembalikan kepada manfaat dan madharatnya.

Kalau mau dikembalikan ke zaman nabi Muhammad SAW, rasanya kita memang tidak menemukan sosok beliau sebagai aktifis partai. Bukan apa-apa, sebab memang tidak ada partai-partaian di masa beliau. Makkah memang tidak menganut sistem politik seperti di masa kita sekarang ini. Boleh dibilang sistemnya adalah kabilah dan suku, bukan pola semacam state atau negara, bahkan kerajaan pun juga bukan.

Maka kalau acuannya harus ada contoh teknis dari Rasulullah SAW, rasanya memang tidak akan ketemu dalilnya. Tapi apakah bila tidak ada contoh teknis acuan yang detail, lantas berpartai boleh dibilang bid'ah atau menyalahi sunnah?

Pada titik inilah sebenarnya terjadi pangkal masalahnya. Dan polemik berkepanjangan antara pendukung dan anti dakwah lewat partai memang sering terjebak pada diskusi yang tidak habisnya. Kadang diskusi itu ikut memanas sesuai dengan suhu politik, dan dingin dengan sendirinya dengan kondisi yang lain.

Pendukung Dakwah Lewat Partai

Kalau kita teliti lebih dalam, dakwah lewat partai terkadang malah diperintahkan. Bahkan kami menemukan pernah sampaikan dalam jawaban terdahulu bahwa beberapa ulama yang sering dianggap sebagai tokoh salafi, seperti Syeikh Bin Baz, Syeikh Al-Utsaimin, Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-AlBani, Syeikh Dr. Shalih bin Fauzan, Syeikh Abdullah bin Qu'ud dan lainnya
malah membolehkan dakwah lewat partai.

Yang jadi pertanyaan adalah, mengapa mereka cenderung membolehkannya? Bukankah sistem partai itu bersumber dari sistem kafir? Bukankah demokrasi itu bertentangan dengan hukum Allah? Bukankah Islam tidak mengenal sistem pemungutan suara? Bukankah kekuasaan bukan di tangan rakyat tapi di tangan Allah?

Kalau kita cermati latar belakang kenapa mereka membolehkannya, semuanya hampir mirip jawabnnya, yaitu selama berpartai itu memberikan manfaat buat umat dan ada mashlahat yang bisa dicapai, tentu dibenarkan dan tidak ada alasan untuk menolaknya.

Lalu bagaimana dengan kufurnya sistem demokrasi? Bukankah kita tidak boleh masuk ke dalam sistem kufur itu?

Syeikh Bin Baz menjawab, "Rasulullah SAW bersabda bahwa setiap amal itu tergantung pada niatnya. Setiap orang mendapatkan apa yang diniatkannya. Oleh karena itu tidak ada masalah untuk masuk ke parlemen bila tujuannya memang membela kebenaran serta tidak menerima kebatilan. Karena hal itu memang membela kebenaran dan dakwah kepada Allah SWT.

Begitu juga tidak ada masalah dengan kartu pemilu yang membantu terpilihnya para da'i yang shalih dan mendukung kebenaran dan para pembelanya, wallahul muwafiq."

Ulama besar Saudi Arabia yang pernah menjabat sebagai mufti kerajaan ini menambahkan, "Masuk ke dalam lembaga seperti itu berbahaya, namun bila seseorang punya ilmu dan bashirah serta menginginkan kebenaran atau mengarahkan manusia kepada kebaikan, mengurangi kebatilan, tanpa rasa tamak pada dunia dan harta, maka dia telah masuk untuk membela agama Allah SWT, berjihad di jalan kebenaran dan meninggalkan kebatilan."

"Dengan niat yang baik seperti ini, saya memandang bahwa tidak ada masalah untuk masuk parlemen. Bahkan tidak selayaknya lembaga itu kosong dari kebaikan dan pendukungnya."

Pendapat Syeikh Al-Utsaimin

Pada bulan Zul-Hijjah 1411 H bertepatan dengan bulan Mei 1996 Majalah Al-Furqan melakukan wawancara dengan Syaikh Utsaimin. Wartawan majalah Al-Furqan bertanya tentangapa hukum masuk ke dalam parlemen.

Syaikh Al-'Utsaimin menjawab bahwa dirinya memandang bahwa masuk ke dalam majelis perwakilan (DPR) itu boleh. Bila seseorang bertujuan untuk mashlahat, baik mencegah kejahatan atau memasukkan kebaikan.

Sebab menurut beliau, semakin banyak orang-orang shalih di dalam lembaga ini, maka akan menjadi lebih dekat kepada keselamatan dan semakin jauh dari bencana. (Lihat majalah Al-Furqan - Kuwait hal. 18-19)

Pendapat Yang Anti Partai

Sedangkan argumentasi kalangan yang anti partai ada dua macam.

Pertama, mereka yang sejak awal memang sudah antipati dengan dakwah dengan cara apapun kecuali seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Jadi dakwah itu menurut mereka tidak boleh pakai partai, harus ceramah dan pidato saja.

Kalangan ini memang sejak awal sudah tidak pernah mendukung urusan berpartai, bahkan tidak sedikit dari mereka juga tidak pernah mau ikut pemilu dan sejenisnya. Mungkin buat mereka, berpartai itu hanya buang-buang umur, mending ngurus bisnis. Kita bisa menyebut mereka sebagai kalangan yang masa bodo dengan partai.

Kedua, adalah kalangan yang awalnya ikut setuju dan mengusung dakwah lewat parlemen. Namun dalam perjalanannya, dinamika organisasi membuatnya 'tergeser keluar', seolah sudah tidak 'terpakai' lagi. Atau malah merasa tidak 'pernah dipakai'. Hanya dijadikan prajurit yang bekerja keras, sementara segelintir kalangan elit duduk enak-enakan menikmati semua fasilitas mewah yang diterimanya.

Maka sedikit demi sedikit kekuatan beberapa partai itu menjadi agak rapuh, karena ada semacam resistensi dari akar rumput secara internal, yang awalnya kecil tapi kemudian semakin sering muncul. Hal seperti ini sering kita lihat di hampir semua partai, baik yang mengusung nama Islam atau yang masih 'agak' malu-malu dengan aroma Islam.

Saling Hormat

Lepas dari polemik yang tidak ada habisnya itu, maka akan menjadi manis rasa perbedaan itu seandainya semua tetap dihiasi dengan akhlaq, adab Islami, husnudzhzan, cinta kepada sesama muslim, dan toleransi.

Sebab perbedaan dalam memlih teknis berdakwah ini sampai hari kiamat tidak akan ada habisnya. Sampai ada teman yang senangnya mikirin hari kiamat saja sambil menanti-nanti kapan Imam Mahdi datang.

Kalau ada teman kita yang asyik dengan dakwah di parlemen dan mungkin kita tidak setuju, tentu tidak pada tempatnya untuk kita caci maki atau kita jatuhkan citranya di muka umum.

Sebaliknya, kalau kita termasuk yang punya semangat empat lima mendukung dakwah lewat partai, tidak ada salahnya kita bertenggang rasa dengan kalangan yang agak kurang mendukung dakwah model partai. Jangan kita vonis sebagai pembangkang atau pengkhiatan dulu, sebab boleh jadi yang terjadi adalah macetnya jembatan komunikasi.

Setidaknya kalau tidak bisa bersatu, tapi tidak harus saling ejek, saling caci, saling benci, saling jegal dan saling menjatuhkan. Sebab biar bagaimana pun kita ini bersaudara. Dan harga persaudaraan itu jauh lebih berharga dari semua yang akan kita capai. Persaudaraan itu nikmat yang Allah SWT karuniakan, maka syukurilah nikmat bersaudara itu.

Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat persaudaraan dari Allah itu menjadi orang-orang yang bersaudara (QS. Ali Imran: 103)

Alangkah tragisnya kalau sesama saudara sendiri kita malah saling melontarkan dugaan yang kurang pantas. Bukankah Allah SWT telah melarang kita dari perbuatan keji itu?

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka, karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujuran: 12)

Tanpa sadar terkadang majelis kita lebih sering jadi majelis pergunjingan, misalnya tentang si Fulan yang dulu keredan sekarang naik mobil mewah karena jabatannya. Atau tentang si Fulan yang dulu mau nikah saja teman-temannya harus patungan, tapi sekarang lagi asyik memanjakan isteri mudanya jalan-jalan ke luar negeri.

Dan kalau mau diusut ke sana kemari, rasanya kok sumber segala masalah itu kembali ke harta. Jadi tidak salah kalau Allah SWT berfirman:

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. Al-Anfal: 28)

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Tukang ojek yang cerdas





Dibawah ini adalah kisah nyata antara seorang Novelis Jogja dan Tukang Ojek pada tahun 2009 lalu,kisah ini diberi judul"PKS dihati WONG CILIK"smoga bisa menjadi motivasi dan spirit bwt antum sekalian tuk lebih berkeja lagi pemenangan PKS 2014..

Saya sempat ngobrol dengan dengan seoang tukang Ojek di dekat Stasiun Jogjakarta. Singkat cerita:
“Baru kampanye Pak?” tanya saya.
“Iya,” jawab Tukang Ojek.
“Wah lumayan ya pak!” lanjutku blak-blakan.
“Iya mas, saya udah ikut kapanye 8 Parpol! Lumayan, nonton dangdut dapat uang bensin dan hasilnya sama dengan saya ngojek 8 hari!” ucapnya antusias.
“Oh….” aku manggut-manggut.
“Kalau masnya pernah ikut kampanye?” tanyanya lagi sambil memasukkan baju parpolnya kedalam tas punggung yang di gantung di pos ojeknnya.
“Sampai sekarang belum!” jawabku lirih.
“Wah sayang mas! Rata-rata sekarang Rp. 50.000,- kalikan aja 20 Parpol! 1 Juta tuh Mas!” sahutnya antusias!
“Ya kalo gitu kita harus nyoblos 20 partai dong Pak!?” jawabku sambil tersenyum.
“Justru itu! Kita ikut kampanye semua parpol! Kita coblos yang tidak membayar kita! Kalau semua membayar saya untuk kampanye, saya bingung harus milih mana! Ya saya milih yang tidak membayar saya! Bener ndak?” penjelasannya cukup rumit.
“Bener sih bener Pak! Emang ada?” tanyaku lirih tidak yakin.
“Tuh!” tukang ojek itu menunjuk sebuah bendera yang berkibar di tepi jalan, sebuah bendera yang berjajar berdampingan dengan bendera-bendera lainnya.
kulihat bendera yang ditunjuknya adalah bendera dengan dominasi warna hitam,kuning dan putih  .. itulah PKS.