Kesedihan
saya hilang sore ini, anehnya setelah dicemooh pada asumsi kepartaian saya
karena jilbab panjang saya dan berita miring yang terus berhembus beberapa hari
ini, pada sebuah forum yang sebenarnya membahas tentang prospek pelatihan
petani.
Seperti ada ilham yang datang pada kediaman saya, bisikan perlahan tentang
kemanusiaan dan logika yang bermuara tentang negeri ideal, pemerintahan impian
tetapi berakhir pada makianmental-mental pecundang. Yang bermimpi memiliki
pahlawan tetapi tidak mau melahirkan, membesarkan lalu mendidik gen-gen
kebesaran untuk bertahan pada tsunami-tsunami panjang kehidupan.
Kepedihan ini akan saya singkirkan sebentar, sedikit saya nikmati mungkin,
karena saya merasa ribuan pedih yang sama sedang merajuk pada Rabbnya, merebah
dan merendah mengingat jalan panjang yang dulu sering kami nyanyikan pada
nasyid kesukaan tetapi ketika kami jalani saat ini kenapa rasanya begitu getir,
nyinyir seakan diludahi sampah oleh cemoohan banci orang-orang sakit hati.
Dulu, ketika memutuskan berhijab disaat popularitas perempuan berjilbab di SMA
saya tidak lebih dari 3 %, saya ingat saya hanya punya jilbab satu-satunya
dengan rok jelek pemberian senior. Sisanya digunting dan dibuang oleh wanita
yang paling saya sayangi. Pada pagi yang sama ketika sebuah gelas yang dilempar
kepada saya pada tanda Tanya besar kenapa saya harus norak menutup rambut saya.
Sementara 6 bulan yang lalu shalat lima waktu masih begitu asing.
Pagi itu Ramadhan yang akan begitu berkesan pada sepanjang hidup saya.
Sepanjang hidup keislaman saya, pada seorang perempuan yang memperkenalkan saya
shalat dhuha di tengah shalat wajib saya yang entah kemana, pada seorang
sahabat yang menyemangati saya untuk pidato kebangsaan di tengah kelas tentang
bahayanya kemunafikan mencontek, pada keikhlasannya mengajarkan saya beda Kho
dan Kha beda Shod dan Sa, sementara ongkosnya saja untuk kuliah hasil dari
berjualan Sabili dan Annida.
Pada seorang ikhwan yang jatuh terluka karena terlalu menunduk menahan syahwat
remajanya yang sedang jatuh cinta. Pada seorang sahabat yang mengajarkan
tentang rasa hormat dan sayang pada orang tua, pada kondisi seberat apapun,
setidak ideal apapun, sementara putus asa sudah di depan mata, dan bertahun
kemudian saya merasakan kenikmatan birrul waliddain itu karena dia.
Saya sudah benar-benar jatuh cinta..pada keikhlasan-keikhlasan itu, air
mata-air mata itu, pada mereka yang selalu bersabar pada kesulitan dan
kemiskinan hidup mereka, pada mereka yang bersyukur dan zuhud pada kegemilangan
harta mereka. Saya tak bisa lari dari mereka, saya senang menangis bersama
mereka, menerima do’a-do’a rahasia mereka dan kenikmatan ukhuwah melalui
kejutan-kejutan kecil dalam kebaikan tak berpamrih dari mereka yang mengemis
jalan Muhammad.
Faham sekali kalau yang berkembang dinegeri saya sekarang bukanlah Islam yang
bisa dibunuh seperti membunuh seorang bayi. Pencet saja hidungnya dia akan
mati. Islam yang ini harus dikejar dengan sniper, dihitamkan dengan tipu-tipu,
diibumihanguskan dengan kelicikan otak berIQ hampir 200 sedang keimanan NOL.
Dengan sogokan Bantuan Sosial ala AMerika, Dengan Media berpenyakit AIDS milik
konglomerat yang murtad jadi politisi.
Islam yang ini harus jauh-jauh dari politik, diam-diam saja di Masjid. Larangan
jangan sok suci ini akan terus disuarakan pada bangkai demokrasi buatan Yunani
editan Thomas Jefferson. Karena Materialisame Ideologi dan Logika sekarang adalah
ala Tan Malaka, Mark Zuckerberg dan Punjabi. Lebih sering youtube dan American
Idol.
Bukan salah bapak pak, salah saya, karena beberapa hari sebelumnya saya pun
membuka email berisi virus untuk melihat aurat yang tidak seharusnya. Saya…
baut kecil ini bermaksiat…lebih parah dari bapak…karena saya melihatnya hanya
berdua saja dengan Allah dan para malaikat, tidak ada yang mencemooh atau
membuat saya merasa rusak-serusaknya…lalu bertaubat dan hanya bisa pasrah
menunggu azab neraka, sementara bapak..mungkin sudah impas Pak ;).Dapat bonus
malah..
Bukan salah ibu, salah saya, saya yang sering meniadakan dhuha dalam pagi saya,
berma’tsurat dengan facebook dan tilawah lagu India, pada Shubuh yang
disibukkan dengan mimpi menulikan telinga pada azan yang mengumandang di sana.
Astaghfirullahh…al’adziem..
Saya memilih jalan ini bukan karena berharap mereka tidak pernah salah, tetapi
saya yakin mereka selalu berusaha benar, meski pedang itu bisa saja mengiris
ulu hati terdalam karena kebodohan, fitnah dunia, perempuan dan setan futur
dalam iman.
Bertahan saja saudaraku bertahan disana, karena keputusan syuro berenang di
senayan sudah selesai. Saatnya hadapi sama-sama. Saatnya kita songsong
kemenangan Khaibar, meski mungkin do’a kita harus jauh lebih khusyuk dan merendah
sampai kutub paling dalam gaya Do’a Badar Rasulullah. Kita memang anak kecil
yang masih belajar melawan beruang. Tapi kau punya bahasa kemenangan Al-Quran.
Bertahanlah. Kita perbaiki perlahan semua hal yang salah. Kita diskusikan Teori
Konflik dan Diplomasi ala Yahudi, Kita Bahas
lagi tentang koalisi, Kita cari rezeki untuk jadi Raja Media paling tajir di
negeri ini.
Saya memilih jalan ini bukan karena berharap mereka tidak pernah salah, tetapi
saya yakin mereka selalu berusaha benar, meski pedang itu bisa saja mengiris
ulu hati terdalam karena kebodohan, fitnah dunia, perempuan dan setan futur
dalam iman.
Saya akan tetap berdiri disini, meski saya harus sok tahu bagaimana rasa gemas
seorang Umar bin Khatab karena Rasulullah menandatangani perjanjian Hudabiiyah,
karena menganggap terlalu merusak tinggi harga diri, mengobral keberanian
ksatria Badar, padahal jauh di masa depan, perjanjian itu mendatangkan
kemenangan atas Mekah, Persia dan Romawi.
Saat ini, bahasa politik anda juga membuat saya pening menahan muntah. Saya,
saya adalah oposan terberat anda, anda boleh membangun gedung itu, tapi saya
bakar dulu gedung yang lama, anda boleh menaikkan kembali gaji anda, tapi saya
akan jadi Robbin Hood yang merampok anda di jalan sampai sisa kaos dalam anda
lalu saya berikan ke petani Papua sana. Saya, tidak suka anda jadi Menteri dan
Koalisi subtitusi. Jadi oposan saja selamanya. Oposan kemungkaran dan korupsi.
Titik. Penghabisan sampai mati.
Tapi saya juga hampa dalam mengusulkan solusi, saya tidak sanggup membangun
revolusi, mencari pengganti idealis untuk negeri ini, saya terus saja kelaparan
mencari pahlawan, dan terjebak menjadi komentator payah yang kekenyangan
umpatan dan celaan tapi diam tak bergerak dengan gemuk perut dan lemak dunia
atas nama nafkah keluarga. Dan menyadari, masuk ke sistem itu adalah pilihan
buruk diantara yang lebih buruk karena konsekuensinya adalah persaingan dagang
yang lebih menyedihkan dari tanam paksa dan neoliberal.
Dan saya
menyepakati bahwa senayan harus dicuci perlahan-lahan.
Bertahan dalam terjangan ini,
membuat kekerdilan saya pada titik nadirnya.
Izinkan saya berbisik ya Allah, kutitipkan dalam sayap malaikatmu malam ini
Saya akan bertahan pada jalan ini karena Allah,
Sampai senandung revolusi keimanan menjadi gaung di negeri sakit hati ini
Saya akan bertahan pada jalan ini karena Allah
Sampai Kau maafkan kami karena kelalaian dan kebodohan kami
Saya akan bertahan pada jalan ini karena Allah
Sampai perut-perut lapar di ujung pelosok negeri ini menjadi penuh karena
kebaikan dakwah ini
Saya akan bertahan pada jalan ini karena Allah
Pada komitmen dhuha dan hafalan kami yang sedikit, pada getirnya merealisasi
cita-cita tentang kesholehan yang kau ridhai, pada rahasia cinta dan keikhlasan
Musa dan Ibrahim dan celengen kami yang tak jua bertambah untuk pergi Haji.
Saya akan bertahan pada jalan ini karena Allah, meski luka dan darahnya harus
kami hisapi sendiri ditengah kegemilangan parodi dunia yang tidak berharga
lagi
Sampai kafan putih kami berbau kesturi
Lalu kami menangis sedih karena lalai berimbas pada Istana kami yang kurang
tinggi di syurga nanti.
Kutitipkan Baiat ini padamu ya Allah dengan Bismillah, Istighfar dan Hamdallah.
Dan memohon agar kau matikan kami dalam kondisi terbaik di hadapanmu.
Dan Kau Jadikan kami rendah dihadapan diri kami sendiri
Tengah-tengah dihadapan manusia
Tetapi Kau jadikan kami tinggi di hadapanMu
Pada ruku dan sujud ratapan kami
Winarti Halim
Islamedia