
Inilah
kisah-kisah luar biasa para kader dakwah di Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
yang mungkin jarang orang mengetahui. Salah satunya adalah kisah ustadz
Mathori, si “anak kampung” yang sekarang dipercaya oleh masyarakat menjadi
wakil rakyat di DPRD Kota Banjarmasin.
Ustadz yang
satu ini sekarang juga menjadi ketua Komisi I DPRD Kota Banjarmasin, namun
meski memiliki jabatan tersebut, ustadz Mathori tetap tidak berubah. Ia masih
seperti yang dulu. Seperti anak kampung yang merakyat.
Ustadz
Mathori pun sudah biasa berbaur dengan rakyat jelata, di dalam gang-gang kecil,
pelosok daerah dan dekat dengan para pedagang kaki lima di Banjarmasin. Bahkan,
jika ada tetangga yang mau pindah rumah, beliau tak segan langsung membantu
mengangkut barang-barang, seperti “kuli angkut” di pelabuhan.
Kalau kita
berkunjung ke rumah beliau, kita akan menemukan sosok yang tak ubahnya seperti
warga kampung biasa. Pakai sarung, baju kaos seadanya dan berbaur seperti
masyarakat pada umumnya. Pun begitu, jika ustadz Mathori sudah berada di DPRD
Kota Banjarmasin, dia benar-benar “garang” dan tak segan-segan mengkritik
maupun memberikan solusi.
SEJAK KECIL
DITINGGAL ORANG TUA
Sejarah
hidup ustadz Mathori, anak kampung kelahiran Bilis-Bilis, Jawa Timur 43 tahun
lalu ini memang penuh lika-liku. Sudah banyak mencicipi “asam-garam” kehidupan.
Sejak kelas
4 SD, sosok Mathori kecil sudah harus merasakan ditinggal orang tua, yang
merantau ke pulau Kalimantan. Oleh karena itu, ia terpaksa harus belajar hidup
mandiri.
Sampai saat
ia duduk di kelas 2 Tsanawiyah, beliau terpaksa “istirahat” selama satu
semester. Apa yang ia lakukan? Mencari uang untuk biaya sekolah dan
kehidupannya. Selama satu semester itu ia mengumpulkan biaya untuk sekolahnya
kemudian.
JADI
PENGUMPUL SISA PADI & JUAL KAYU BAKAR
Waktu di
Tsanawiyah, ustadz Mathori tak malu mengumpulkan sisa-sisa padi dari petani
yang sedang panen. Selain padi, beliau juga mengumpulkan sisa-sisa panen jagung
untuk dijual.
“Saat itu,
pikiran hanya ingin mengumpulkan uang buat biaya sekolah dan mau beli peci sama
sepatu,” tuturnya.
Selama tidak
masuk selama satu semester itu, guru-guru di sekolah pun mulai mencari-cari,
kemana kah murid yang bernama Mathori itu. Sampai akhirnya, guru Biologi
bernama Pak Kholan, mendatangi rumah ustadz Mathori dan meminta beliau tetap
melanjutkan sekolah, dengan biaya ditanggung oleh pak Kholan, sang guru Biologi
itu.
“Beliau
sangat saya ingat. Pak Kholan itu menurut saya berjasa terhadap kelanjutan
sekolah saya waktu itu,” katanya.
PERNAH JADI
PENGEMBALA SAPI
Waktu terus
berlalu. Akhirnya ustadz Mathori lulus Tsanawiyah, dan mau melanjutkan ke SMA.
Namun untuk bisa melanjutkan ke SMA, beliau juga memerlukan biaya. Karena
kekurangan, beliau berinisiatif membantu orang, yang punya pabrik kerupuk dan
ternak sapi. Walaupun mendapatkan fasilitas tempat tinggal dan biaya sekolah,
beliau masih harus mencari rumput dan mengembala sapi setiap hari, sebagai
timbal balik.
LANJUT JADI
KULI ANGKUT KAYU
Singkat
cerita, ustadz Mathori akhirnya merantau ke Banjarmasin, setelah lulus kuliah.
Bukannya mendapat pekerjaan di posisi atas, beliau harus merasakan menjadi
buruh angkut kayu di perusahaan kayu. Mengangkut kayu dari kapal tiung, ke
tempat pemotongan kayu. Itu dijalaninya dengan sabar.
KEMUDIAN
JADI SATPAM
Kisah si
“Anak Kampung” ini tak hanya sampai di situ. Saat mendapat pekerjaan di
perusahaan asuransi, beliau mengundurkan diri, dan kembali ke perusahaan kayu.
Lagi, bukannya mendapat posisi “atas” beliau harus merasakan menjadi petuhas
keamanan atau Satpam di perusahaan kayu itu. “Bahkan saya sempat nangis, karena
saat itu pernah dilempar orang pakai ketapel dari sungai, kena kepala,”
ujarnya.
KEHIDUPAN
MEMBAIK, LALU JATUH LAGI
Setelah lama
menjadi Satpam, beliau akhirnya direkomendasikan menjadi staf bagian logistik.
Sudah mulai baju kantoran dan ruang kerja yang rapi. “Tapi karena usaha kayu
mulai lesu, dan hampir bangkrut saat itu, saya memilih mundur. Kemudian memilih
jalan dakwah, membuka pengajian, lembaga Al Quran, dan Majelis Taklim. Salah
satu yang mendorong saya adalah bapak Ustadz Karyono Ibnu Ahmad. Beliau
memotivasi saya,” tutur beliau.
Setelah lama
mengabdi di jalan dakwah, didukung istri tercinta, akhirnya beliau bergabung
bersama partai dakwah, Partai Keadilan Sejahtera. Dan akhirnya terpilih dan
dipercaya masyarakat menjadi anggota DPRD Kota Banjarmasin.
Hingga kini,
ustadz Mathori tak berubah. Dia tetap seperti “anak kampung” yang dulu. keluar
masuk gang-gang, dan memberikan ceramah ke pelosok-pelosok daerah. Sekaligus
“berjihad” di parlemen untuk membela kepentingan masyarakat.
“Intinya
saya bertekad memperjuangkan rakyat. Saya merasakan bagaimana susahnya hidup
masyarakat di bawah mahalnya harga barang. Bismillah, mudahan istiqamah,”
ucapnya.
pkspiyungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar