“Wanita penghuni surga yang paling mulia ada empat, yaitu Khadijah 
binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Asiyah 
istri Fir'aun,” kata Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas.
Tentang keutamaan Khadijah, memang tak perlu diragukan lagi. Ia adalah 
orang pertama yang mendukung penuh tentang kenabian Muhammad SAW. Ia 
juga relakan seluruh hartanya yang berlimpah demi kemajuan Islam.
Bahkan, ia juga baktikan seluruh jiwa dan raganya, 
hingga Allah SWT menakdirkan ia meninggal di tengah-tengah masa 
perjuangan tanpa sempat menikmati sinar-sinar kejayaan Islam.
Dari sela-sela kisah hidupnya yang sangat mulia itu, kita menemukan satu
 karakter kepribadian khas yang umum dimiliki oleh kaum wanita utama 
lain.
1. Tokoh masyarakat
Ia disunting pertama kalinya oleh Atiq bin Abid. Begitu sang suami 
meninggal ia menikah dengan Abu Halah, tetapi harus menjanda kedua kali 
karena suaminya ini juga meninggal. Setelah itu banyak tokoh quraisy 
yang datang untuk melamar, namun semua itu ditolaknya secara halus.
Kedudukannya di tengah masyarakat quraisy sangat terhormat. Bukan karena
 keturunan dan harta, melainkan karena kepribadian dan budi pekertinya 
yang luhur. Ia bahkan dijuluki “At Thahirah”, yang berarti Si Wanita Suci.
2. Aktif bekerja
Masyarakat mengenal Khadijah sebagai pedagang yang sukses. Selain 
memiliki banyak budak laki-laki dan perempuan, Khadijah juga menyewa 
banyak orang untuk menjualkan barang-barangnya ke luar negeri. Apakah 
kesuksesan itu ia peroleh dengan cara mudah? Tentu saja tidak.
Tak jauh berbeda dengan keadaan pedagang lainnya, yang harus banyak 
berpergian mencari barang-barang bermutu untuk diperjual belikan 
kembali. Selain jeli, pedagang juga harus pandai membangun kerjasama 
dengan rekanan maupun karyawan.
3. Berani dan percaya diri
Sebagai istri, Khadijah memberikan dukungan penuh kepada Muhammad SAW 
untuk menempuh jalan kebenaran, sekalipun tak lazim. Pilihan suaminya 
untuk menyepi ke gua Hira misalnya, termasuk sangat aneh dan dinilai tak
 berguna.
Bagaimana mungkin seseorang meninggalkan kehidupan nyaman bersama anak 
istri dengan harta berlimpah, kemudian mengasingkan diri ke sebuah gua 
di puncak bukit di tengah padang pasir tak berpenghuni selama 
berhari-hari.
Tapi tanpa khawatir omongan orang, Khadijah dengan setia mengurusi 
kebutuhan suaminya saat berkhalwat di gua Hira. Jika perbekalan habis, 
Khadijah akan mengantarkan tambahannya, dan ia harus mendaki tebing 
terjal yang kemiringannya nyaris 45 derajat. Terkadang ia juga menyertai
 suaminya dengan mendirikan tenda tak jauh dari bukit dan tinggal di 
sana.
Hal itu Khadijah lakukan semua hanya dengan satu tujuan; mencari 
kebenaran yang secara rasio akal mustahil datang ke tengah-tengah bangsa
 mereka yang jahiliyah itu. Sebuah tujuan yang tak bisa dipahami orang 
lain, namun Khadijah berani menentangnya!
4. Pengayom
Usia dan pengalaman hidup Khadijah turut berperan menumbuhkan karakter 
pengayom dalam dirinya. Ketika menikah dengan Muhammad SAW, ia berusia 
15 tahun lebih tua, dan telah menikah dua kali serta memiliki anak. 
Secara psikologis, kepribadiannya yang keibuan dan pengayom itu 
memberikan kasih sayang figur seorang ibu yang tidak diperoleh sempurna 
oleh Muhammad SAW selama hidupnya.
Secara fisik dan psikologis, Khadijah memang memiliki banyak kelebihan 
dibanding suaminya yang masih 'hijau' dalam kehidupan berumah tangga. 
Ini membuatnya memiliki kedudukan yang cukup dominan dalam rumah tangga,
 bahkan mampu mengambil peran sebagai pelindung suaminya. Kondisi ini 
tecermin saat Muhammad mengalami keguncangan karena datangnya wahyu, ia 
tidak terpengaruh, namun justru mengambil posisi sebagai penyelamat 
keadaan.
Hebatnya, dominasi kepemimpinan yang ia miliki terhadap suaminya itu 
tetap ia batasi, sehingga tidak sampai merebut kepemimpinan rumah tangga
 dari tangan suaminya. Sebagai istri shalihah, Khadijah mengambil posisi
 sebagai bawahan yang taat pada keputusan-keputusan suaminya dalam 
urusan rumah tangga mereka.
Kepribadian Khadijah ini cukup mewakili karakter kaum muslimah secara 
umum yang aktif dan dinamis, serta memiliki kecenderungan untuk lebih 
dominan terhadap suaminya. Ternyata Allah memberikan pengakuan dan 
pembenaran terhadap kebaradan karakter jenis ini, sepanjang tetap berada
 dalam batas-batas etika Islami.
Bukankah ada muslimah yang aktif bekerja maupun bermasyarakat, ada pula 
yang memiliki kecenderungan lebih dominan dibanding laki-laki, bahkan 
mendapat legitimasi dari masyarakat mengenai peran yang ia lakukan 
sehingga membuat ia mendapat kedudukan terhormat di tengah mereka?
Maka ini adalah salah satu jenis karakter kepribadian yang boleh jadi 
akan mengantar pemiliknya menuju surga, selama hal itu diarahkan di 
jalan Allah SWT. Wallahua'lam
Islamedia 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar